Jakarta — Kementerian Agama (Kemenag) bersama Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia meningkatkan sinergi dalam pengawasan dan perlindungan jemaah umrah dan haji khusus tahun 2025, terutama yang melalui bandara-bandara transit internasional.
Langkah ini dilanjutkan setelah pertemuan dengan Kedutaan Besar Singapura. Tim dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kemenag menyambangi kantor Kemenlu RI untuk membahas penguatan kerja sama dalam pemantauan jemaah WNI di titik-titik transit seperti Singapura, Kuala Lumpur, Colombo, dan India.
Fokus pada Perlindungan Jemaah di Negara Transit
Dalam pertemuan tersebut, Sekretaris Ditjen PHU, Arfi Hatim, menegaskan bahwa kerja sama antara Kemenag dan Kemenlu bukan hal baru, dan telah didasari oleh nota kesepahaman (MoU) yang telah terjalin sebelumnya.
“Tahun ini terdapat 17.680 jemaah haji khusus yang diberangkatkan melalui 334 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Banyak di antaranya harus melalui bandara-bandara transit. Maka dari itu, penting bagi kami untuk memperkuat pengawasan di titik-titik tersebut,” ujar Arfi, Kamis (10/4/2025).
Arfi menambahkan bahwa dukungan dari Kemenlu, khususnya Direktorat Pelindungan WNI (PWNI) dan KBRI di negara transit, sangat krusial untuk membuka akses bagi tim pengawasan Kemenag.
Kasus Jemaah yang Perlu Diwaspadai
Direktur PWNI Kemenlu RI, Judha Nugraha, menyambut baik upaya peningkatan koordinasi ini. Ia menyebutkan bahwa pihaknya siap menangani berbagai kasus yang menimpa jemaah umrah dan haji, termasuk penyalahgunaan visa, overstay, hingga masalah tanggung jawab dari pihak PIHK dan PPIU.
“Modus overstay masih sering kami temukan. Pemerintah Arab Saudi kini semakin ketat soal pemantauan visa. Begitu juga kasus pemalsuan paspor dan tidak adanya tanggung jawab penyelenggara. Kami harap ada pencegahan dan penegakan tanggung jawab dari PIHK,” ungkap Judha.
Usulan Pembentukan Tim Bersama
Sebagai langkah konkret, Kemenlu mengusulkan pembentukan tim gabungan pengawasan jemaah haji dan umrah di titik-titik transit. PWNI juga mendorong pembahasan teknis lebih lanjut, termasuk pembaruan SOP, rapat koordinasi, hingga sosialisasi ke seluruh bandara yang menjadi jalur transit.
“Kami bahkan mengusulkan revisi RUU agar penyelenggara seperti PIHK dan PPIU mengikuti mekanisme perlindungan seperti dalam UU PPMI, termasuk adanya deposito sebagai jaminan perlindungan jemaah,” tutup Judha.
Hadir dalam pertemuan tersebut sejumlah pejabat dari Kemenag seperti Mahmudi Affan Rangkuti, Anwaruddin Ambary, Misbachul Munir, dan Ahmad Mubasyir yang selama ini aktif dalam pengawasan dan penanganan masalah jemaah umrah dan haji khusus.
Langkah kolaboratif ini menjadi tonggak penting untuk memastikan bahwa seluruh jemaah Indonesia mendapat perlindungan optimal, baik di tanah air maupun selama perjalanan menuju Tanah Suci.
Sumber : haji.kemenag.go.id