SBNEws- Seorang siswa SD mengalami nasib kurang beruntung saat hendak mendaftar ke SMP di Banyumas.
Telah terlanjur percaya diri lantaran selalu menjadi juara 1 di sekolahnya, ia justru merasa kecewa karena gagal dalam Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB).
Sebabnya pun sederhana, yaitu karena usia yang belum mencukupi.
Saat ini usianya 12 tahun 6 bulan, dan posisinya terus tergusur oleh peserta lain yang berusia 13 tahun.
Diketahui, salah satu pengaduan yang disampaikan pada hari Rabu (25/6/2025) mengungkapkan bahwa seorang siswa yang berada di peringkat pertama di sekolah dasar justru tidak berhasil diterima di SMP Negeri pilihannya.
Penyebabnya adalah usia anak tersebut, yaitu 12 tahun 6 bulan, yang kurang kompetitif dibandingkan calon siswa lain yang lebih tua, sekitar 13 tahun.
"Anak yang juara 1 di sekolah, mau daftar SMP malah kesulitan. Hanya karena usianya 12 tahun 6 bulan, kalah dengan anak yang berusia 13 tahun," tulis orang tua dalam laporan yang diserahkan kepada pihak terkait.
Kekecewaan semakin meningkat ketika orang tua siswa merasa bahwa pencapaian akademik mereka tidak mendapat bobot yang cukup dalam tahap seleksi.
Mereka meragukan apakah sistem pendidikan benar-benar menitikberatkan pada kualitas serta kemampuan peserta didik.
“Apakah tujuan sekolah itu hanya mencari kepintaran semata? Mohon dijelaskan solusinya,” ujarnya, mengkritik sistem yang lebih memprioritaskan usia dibandingkan pencapaian.
Masalah ini semakin diperburuk oleh lokasi tempat tinggal anak yang berada di wilayah kelurahan sebaran, bukan kelurahan utama, sehingga membuat persaingan semakin ketat.
Dalam menanggapi aduan tersebut, Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas memberikan penjelasan.
Dalam keterangannya, dinas menyebutkan bahwa PPDB tahun ini diselenggarakan melalui empat jalur pendaftaran, yakni:
Jalur zonasi (domisili)
Jalur afirmasi
Jalur prestasi
Jalur mutasi orang tua/wali
Dinas tidak memberikan respons langsung terhadap kontroversi seputar kriteria usia, tetapi menegaskan bahwa seluruh informasi mengenai mekanisme seleksi untuk masing-masing jalur telah diuraikan secara lengkap dalam petunjuk teknis (juknis) PPDB yang telah disebarluaskan.
Curhatan Orang Tua yang Anaknya Tidak Lolos Jalur Domisili SPMB
Beberapa orang tua di Surabaya merasa bingung dan cemas setelah anak-anak mereka gagal lolos Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SMP Negeri Kota Surabaya melalui jalur domisili.
Mereka mengeluhkan minimnya informasi dari sekolah asal mengenai proses SPMB serta tingginya biaya masuk ke sekolah swasta.
Nurul (38), warga Gading, menghadapi pengalaman ini ketika mendaftarkan anaknya ke SMPN 9 dan SMPN 18. Jarak rumahnya sekitar 1.200 meter dari SMPN 9 serta 1.600 meter dari SMPN 18.
"Semalam mendaftar, tetapi dalam lima menit sudah tergeser. Bingung harus bertindak apa karena tidak ada penambahan kuota. Sekolah asal juga tidak memberi arahan sekolah SMP mana yang lebih baik," katanya saat ditemui di posko Konsultasi SPMB jenjang SMP Negeri di Dispendik Kota Surabaya, Jumat (4/7/2025).
Nurul menjelaskan bahwa secara administratif keluarganya tidak termasuk golongan miskin, sehingga tidak memenuhi syarat untuk menerima bantuan pendidikan bagi keluarga kurang mampu.
Sementara itu, ia merasa terbebani secara finansial dalam membiayai pendidikan anaknya di sekolah swasta.
“Jika memilih sekolah swasta, saya khawatir biaya SPP-nya akan tinggi. Padahal kondisi keuangan kami juga pas-pasan,” katanya lebih lanjut.
Keluhan yang sama juga disampaikan oleh Dwi Rahmawati, orang tua dari salah satu lulusan SDN Gading 3.
Putrinya juga tidak memenuhi syarat melalui jalur domisili karena jarak rumahnya sekitar 1.600 meter dari SMP negeri terdekat.
“Sekolah swasta tingkat SMP yang dekat dengan rumah menetapkan biaya pendaftaran sebesar Rp2 juta, seragam Rp2 juta, serta SPP bulanan Rp300 ribu. Jujur saja, ini cukup memberatkan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya, Ahmad Syahroni, mengonfirmasi bahwa posko konsultasi SPMB masih banyak dikunjungi, terutama pada hari pertama dibukanya jalur domisili.
“Sebagian besar orang tua masih belum memahami alur pendaftaran maupun cara mengecek peringkat anak mereka dalam sistem. Mungkin karena tidak mengikuti proses dari awal atau memang minim informasi,” kata Syahroni.
Ia menjelaskan bahwa Dispendik sudah menyediakan berbagai jalur masuk ke sekolah negeri sebelum membuka tahap terakhir, yaitu jalur Domisili.
Selain itu, terdapat pula sekolah swasta yang bermitra dengan Pemerintah Kota Surabaya untuk memberikan dukungan biaya pendidikan kepada siswa dari keluarga kurang mampu.
“Kami masih menunggu proses daftar ulang melalui jalur domisili. Apabila ada yang tidak melakukan daftar ulang, sistem secara otomatis akan memberikan kesempatan kepada pendaftar di peringkat paling bawah yang sebelumnya tergeser,” tutupnya.
Berita terbaru yang diupdate di Googlenews SBNEws
